Langsung ke konten utama

Perlindungan Ekstra Bagi Kegiatan UMKM di Indonesia

Hukum secara umum diartikan sebagai sesuatu yang mengatur setiap kegiatan manusia agar berjalan sesuai arahannya dan tidak merugikan pihak manapun. Walaupun sebenarnya hukum itu memiliki makna yang sangat luas dan digolongkan kedalam beberapa macam bagian, seperti pembagiannya berdasarkan sumber, bentuk, tempat berlakunya, waktu berlakunya, sifat, wujud dan isinya. Selain itu hukum juga terbagi kedalam jenis hukum sipil, publik, pidana dan perdata yang keseluruhannya akan dijelaskan di pembahasan kali ini.  Sama halnya  dengan Hukum  dalam artian  bisnis merupakan peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis dijalankan secara adil. Sedangkan undang-Undang atau Perundang-undangan (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden yang berkedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya. Sepertinya hal nya Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 yang merupakan regulasi yang mengatur tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang dijadikan suatu landasan hukum dalam mengatur setiap unit kegiatan  usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang beroperasi di Indonesia.
Pengertian Hukum dan Produk Hukum

Menurut Prof.Mr.L.J Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleading tot de studie van het Nederlandse Rect ( terjemahan Oetarid Sadino, SH dengan Nama “Pengantar Ilmu Hukum”), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu. Definisi tentang hukum, kata Prof Van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan.
Kurang lebih 200 tahun lalu Imanuel Kant pernah menulis sebagai berikut “ Noch suche die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht” (masih juga parasarjana hukum mencari – cari suatu definisi tentang hukum). Sesungguhnya ucapan Khant hingga kini masih berlaku, sebab telah banyak benar sarjana hukum mencari suatu batasan tentang hukum namun setiap pembatasan tenntang hukum yang diperoleh, belum pernah memberikan kepuasan.

Adapun sebabnya mengapa hukum itu sulit diberikan definisi yang tepat adalah, karena hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam suatu definisi. Namun Pengertian Hukum secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu mengikat bagi sebagian atau seluruh  tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Hukum Menurut Pendapat Para Ahli

Aristoteles
“Particular law is that which each community lays down an alies to its own members. Universal law is the law of nature”.

Grotius
“Law is a rule of moral action obliging to that which is right”.

Hobbes
“Where as law, properly is the word of him, that by right command over others”.

Prof. Mr. Dr. C. Van Vollenhoven
“recht is een verschijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw en tegenstuw”.

Philip S. James, MA
“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given State”.

Diatas adalah beberapa pendapat para ahli hukum mengenai definisi dari hukum itu sendiri sedangkan pengertian Produk hukum adalah sebagai berikut:

Pengertian Produk Hukum

Pengertian Produk Hukum Menurut Prof. Sudikno, hukum adalah sekumpulan peraturan – peraturan atau kaidah-kaidah bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaanya.

Kali ini saya akan sedikit membahas mengenai produk hukum berupa Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menurut pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM dijelaskan beberapa poin dasar bahwa undang-undang ini mengatur :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.

4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.

10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.

13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.

Unsur-Unsur Hukum dan Unsur Produk Hukum

Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
- Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
- Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
- Peraturan itu bersifat memaksa.
- Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Seperti halnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan suatu landasan hukum yang mengatur setiap kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah yang berlangsung di Indonesia yang bersifat memaksa bagi seluruh pihak-pihak yang terlibat untuk mematuhi setiap ketetapan yang apabila dilanggar terdapat sanksi-sanksi yang diatur sebagaimana mestinya. Hal ini dilakukan semata-mata agar terciptanya iklim usaha yang sehat dan berjalan sesuai cita-cita negara indonesia yakni terwujudnya masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.

Ciri-Ciri Hukum

Untuk dapat mengenal hukum, kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
- Adanya perintah dan/atau larangan.
- Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.

Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan dengan orang yang satu dengan orang yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaidah hukum. Barang siapa melanggar sesuatu kaidah hukum akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran kaeidah hukum) yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut passal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah:

a. Pidana Pokok, yang terdiri dari:
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara: a. Seumur Hidup ; b. Sementara (Setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu.
3. Pidana Kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun.
4. Pidana Denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5. Pidana Tutupan

b. Pidana Tambahan, yang terdiri dari:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim

Sejalan dengan konsep ciri-ciri hukum dan sanski dari suatu hukum diatas, sebagai suatu produk hukum, UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM juga memiliki pasal yang khusus mengatur tentang Sanksi dan Ketentuan Pidana apabila pihak-pihak yang terkait didalamnya melakukan tindak pidana, maka ketentuan sanski terhadap pidana tersebut sudah jelas diatur didalam Undang-Undang tersebut.  Untuk hal ini keseluruhannya diatur dalam pasal 39 dan 40 dengan beberapa poin dibawah ini:

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA

Bagian Kesatu Sanksi Administratif Pasal 39

(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 40

Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

Tujuan Hukum

Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:

1. Prof. Subekti S.H.
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara, yang mendatangkan atau ingin mencapai kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.

2. Van Apeeldoorn
Mengatur pergaulan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu (kehormatan,kemerdekaan jiwa,harta benda) dari pihak yang merugikan.

3. Teori Etis
Hukum itu semata-mata menghendaki keadilan. Isi hukum semata-mata harus di tentukan oleh kesadaran etis kita mengenai "apa yang adil dan apa yang tidak adil"

4. Oeny
Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, sedangkan unsur-unsur keadilan ialah : kepentingan daya guna dan kemanfaatannya.

5. Bentham (Teori utilitarianisme)
Tujuan hukum adalah semata-semata untuk mewujudkan apa yang berfaedah bagi banyak orang. Dengan kata lain, menjamin kebahagiaan sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.

6. Prof. Y. Van Kant
Tujuan hukum adalah untuk menjaga agar kepentingan tiap-tiap manusia tidak di ganggu.

7. Geny
Hukum bertujuan semata-semata untuk mencapai keadilan sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan kemanfaatan.

8. Tujuan Hukum Nasional Indonesia.
Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negar, semua pejabat negara, setiap warga indonesia agar semuanya dapat melaksanakan kebijaksanaan" dan pelaksanaan-pelaksanaan demi terwujudnya tujuan nasional bangsa indonesia yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh hukum.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai tujuan hukum diatas, Undang- Undang No. 20 tahun 2008 Tentang UMKM juga memiliki tujuan yang sejalan dengan konsep diatas. Hal ini tertuang dalam Bab II, III dan IV Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 yang bertuliskan sebagai berikut:

BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:
a. Kekeluargaan;
b. Demokrasi ekonomi;
c. Kebersamaan;
d. Efisiensi berkeadilan;
e. Berkelanjutan;
f. Berwawasan lingkungan;
g. Kemandirian;
h. Keseimbangan kemajuan; dan
i. Kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 3 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

BAB III PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN

Bagian Kesatu Prinsip Pemberdayaan Pasal 4 Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a.Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
b.Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
c.Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d.Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
e.Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Bagian Kedua Tujuan Pemberdayaan Pasal 5 Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a.Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
b.Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c.Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Sumber-Sumber Hukum

Adapun yang dimaksud sumber hukum ialah: segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu Sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.

1. Sumber Hukum dalam arti material, yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.

2. Sedangkan sumber hukum dalam arti Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati. Adapun yang termasuk sumber hukum dalam arti formal adalah :

1) Undang-undang
2) Kebiasaan atau hukum tak tertulis
3) Yurisprudensi
4) Traktat
5) Pendapat Para Sarjana (Doktrin)

1) Undang-undang
Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:

a. Undang-undang dalam arti materiil, yaitu: setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Negara yang isinya langsung mengikat masyarakat umum. Misalnya:
Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Daerah (PERDA), dll

b. Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan negara yang karena bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan/peraturan yang dilihat dari cara pembentukannya. Di Indonesia, Undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR (lihat pasal 5 ayat 1 UUD 45).

Perbedaan dari kedua macam Undang-undang tersebut terletak pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan undang-undang dalam arti formal ditinjau segi pembuatan dan bentuknya. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian undang-undang tersebut, maka undang-undang dalam arti materiil biasanya digunakan istilah peraturan, sedangkan undang-undang dalam arti formal disebut dengan undang - undang.

2) 
Kebiasaan atau Hukum tak tertulis

Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memiliki kekuatan yang berlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum. Harus ada k
eyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-golongan yang berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.

3) Yurispudensi
Keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang sama.

4) Traktat
Perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh 2 (dua) negara disebut Traktat Bilateral, sedangkan Perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari 2 (dua) negara disebut Traktat Multilateral. Selain itujuga ada yang disebut sebagai Traktat Kolektif yaitu perjanjian antara beberapa negara dan kemudian terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.

5) Doktrin Hukum
Pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama/ terkemuka. Dalam Yurispudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya. Pendapat para sarjana hukum itu menjadi dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.

Berdasarkan penjelasan mengenai sumber hukum formal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dikategorikan sebagai jenis Undang-undang dalam artian formal karena dilihat dari cara pembentukannya. Di Indonesia, Undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR seperti halnya undang-undang yang mengatur kegiatan UMKM ini.

Kodifikasi Hukum

Kodifikasi Hukum di Indonesia

Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, hukum itu dapat dibedakan antara :

1. Hukum tertulis (Statute Law = Written Law) yakni hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-perundangan.

2. Hukum Tidak Tertulis (unstatutery Law = Unwritten Law ) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan (disebut juga hukum kebiasaan). Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belum dikodifikasikan.

Berdasarkan penggolongan diatas Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dikategorikan sebagai  suatu hukum tertulis karena hukum ini tercantumkan sebagai hukum yang mengatur kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai landasan hukum dalam pelaksanaannya

Jelas bahwa unsur-unsur kodifikasi ialah

a. Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b. Sistematis
c. Lengkap

Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh

1. Kepastian hukum
2. Penyerdehanaan hukum
3. Kesatuan hukum

Contoh kodifikasi Hukum :

a. Di Eropa :
1. Corpus Iuris Civilis (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisar Justianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.
2. Code Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.

b. Di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918)
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981.

Macam – Macam Pembagian Hukum

Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya

Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat yang meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa  golongan hukum menurut beberapa asas pembagian sebagai berikut :

1. Menurut Sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b. Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
c. Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara neagara (traktat).
d. Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.

2. Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Tertulis. Hukum ini dapat pula merupakan ;
1. Hukum Tertulis yang dikodifiksikan
2. Hukum Tertulis tidak dikodifikasikan

b. Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
(keterangan mengenai kedua macam hukum ini telah diberikan dalam penjelasan tentnag kodifikasi)

3. Menurut Tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :

a. Hukum Nasional yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c. Hukum Asing yaitu huku yang berlaku dalam negara lain.
d. Hukum Gereja yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.

4. Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :

a. Ius Constitutum (Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.)
Singkatnya : hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu. Ada sarjana yang menamakan hukum positif itu ” Tata Hukum ”.

b. Ius Constituendum yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.

c. Hukum Asasi yaitu  hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.Ketiga macam hukum ini merupakan Hukum Duniawi.

5. Menurut cara mempertahankannya hukum dapat dibagi dalam

a. Hukum material yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kpentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan-laranagn.
Contoh Hukum Material : Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan lain-lain.
Jika orang berbicara tentang Hukum Pidana, Hukum Perdata, maka yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Material dan Hukum Perdata Material.

b. Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara Hakim memberi putusan.

Contoh Hukum Formal: Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.

Hukum Acara Pidana : Peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukkum Pidana Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Pidana dan bagaimana caranya Hakim pidana memberi putusan.

Hukum Acara Perdata yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara-perkara ke muka Pengadilan Perdata dan bagaimana caranya Hakim perdata memberi putusan.

6. Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaaan mutlak.

b. Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam satu perjanjian.

7. Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Objektif yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.

b. Hukum Subjektif yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Hukum subjektif disebut juga HAK.
Pembagian hukum jenis ini kini jarang digunakan orang.

Menurut Isinya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan natar orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

b. Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara).

Hukum Sipil dan Hukum Publik

Dari segala macam hukum yang disebut diatas, yang terpenting adalah Hukum Sipil dan Hukum Publik.

1. Hukum Sipil (Hukum Privat)

Hukum Sipil teridiri dari :
a. Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi :Hukum Perdata, dan Hukum Dagang
b. Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi : Hukum Perdata saja.
Catatan : dalam beberapa buku-buku tentang hukum, orang sering mempersamakan Hukum Sipil dengan Hukum Perdata. Agar tidak membingungkan, maka perlu dijelaskan bahwa :
Jika diartikan secara luas, maka hukum Perdata itu adalah sebagaian dari Hukum Sipil.
Jika diartikan secara sempit, maka Hukum Perdata itu dalah sama dengan Hukum Sipil.

Dalam bahasa asing :
Hukum Sipil = Privaatrecht atau Civielrecht
Hukum Perdata = Burgerlijkrecht

Privaatrecht dalam arti luas meliputi :
a. Burgerlijkrecht
b. Handelscrecht (Hukum Dagang)

2. Hukum Publik terdiri dari:

a. Hukum Tata Negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, dan hubungan antar Negara (pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-daerah swastantra).

b. Hukum Administrasi Negara (Hukum Tatausaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan) yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkpan negara.

c. Hukum Pidana (pidana=hukuman) yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan. Paul Scholten dan Logemann menganggap Hukum Pidana tidak termasuk Hukum Publik.

d. Hukum Internasional, yang terdiri dari:
1. Hukum Perdata Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar warganegara-warganegara sesuatu negara dengan warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional.
2. Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara-negara yang lain dalam hubungan internasional.

Jika orang berbicara tentang Hukum Internsional, maka hampir selalu maksudnya ialah Hukum Publik Internsional.

3. Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana

a. Perbedaan Isinya :

a) Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Pidana mengatur hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.

b. Perbedaan pelaksanaannya :

a) pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan.
Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.

b) Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadp norma hukum pidana (detik=tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah Penuntut Umum itu (Jaksa). Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak diambil tindakan oleh pihak berwajib, jika tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan, misalnya : perkosaan, pencurian antara keluarga, dll.

c. Perbedaan menafsirkan :

a) Hukum perdata membolehkan untuk mengadkan macam-macam interplasi terhadap Undang-Undang hukum Perdata.
b) Hukum Pidana hnaya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran autentik yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri (Titel IX dari buku ke-I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Perbedaan Acara Perdata (Hukum Acara Perdata) dengan Acara Pidana (Hukum Acara Pidana)
Hukum Acara Perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memeliahara dan mempertahankan hukum pidana material.

1) Perbedaan Mengadili
a) Hukum Acara Perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim perdata.
b) Hukum Acara Pidana mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara dimuka pengadilan pidana oleh hakim pidana.

2) Perbedaan Pelaksanaan
a) Pada Hukum Acara perdata inisiatip datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.
b) Pada Hukum Acara Pidana inisiatipnya itu datang dari penuntut umum (jaksa).

3) Perbedaan dalam Penuntutan
a) Dalam Acara Perdata, yangmenuntut si tergugat ialah pihak yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan tergugat. Jadi tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.
b) Dalam Acara Pidana, jaksa menjadi penuntut terhap si terdakwa. Jaksa sebagai penuntut umum yang mewakili negara, berhadapan dengan si terdakwa. Jadi disini terdapat seorang jaksa.

4) Perbedaan alat-alat bukti :
a) Dalam Acara Perdata sumpah merupakan alat pembuktian (terdapat 5 alat bukti yaitu tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah).
b) Dalam Acara Pidana ada 4 alat bukti (kecuali sumpah).

5) Perbedaan penarikan kembali suatu perkara :
a) Dalam Acara Perdata, sebelum ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh menarik kembali perkaranya.
b) Dalam Acara Pidana, tidak dapat ditarik kembali.

6) Perbedaan kedudukan para pihak
a) Dalam Acara Perdata, pihak-pihak mempunyai keudukan yang sama. Hakim hanya bertindak sebagai wasit, dan bersifat pasif.
b) Dalam Acara Pidana, Jaksa kedudukannya lebih tinggi daripada terdakwa. Hakim juga turut aktif.

7) Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
a) Dalam Acara Perdata, putusan hakim itu cukup dengan mendasarkan diri pada kebenaran formal saja (akta tertulis dll)
b) Dalam Acara Pidana, putusan hakim ahrus mencari kebenaran materal (menurut keyakinan, persaan keadilanhakim sendiri).

8) Perbedaan macamnya hukuman :
a) Dalam Acara Perdata, tergugat yang terbukti kesalahnnya dihukum denda, atau hukum kurungan sebagai pengganti denda.
b) Dalam Acara Pidana, terakwa yang terbukti kesalahannya dipidana mati, dipenjara, kurungan atau denda, mungkin ditambah dengan pidana tambahan seperti : dicabut hak-hak tertentu dll.

9) Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingkat banding)
a) Bandingan perkara perdata dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tnggi disebut Appel.
b) Bandingan perkara pidana dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan tinggi disebut Revisi. (Appel dan revisi, dalam bahasa Indoneisa keduanya disebut banding).

Golongan Hukum Perdata Lainnya

Hukum Perdata itu berlaku terhadap penduduk dalam suatu negara yang tunduk pada hukum yang bersamaan. Jika penduduk dalam satu negara tunduk pada Hukum Perdata yang berlainan, maka yang berlaku adalah Hukum Perselisihan atau Hukum Koalisi atau Hukum Konflik atau Hukum antar Tata Hukum. Hukum perselisihan ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut lebih dari satu sistem hukum.

Hukum perselisihan ada beberapa jenis yakni:
1) Hukum Antar Golongan atau Hukum Intergentil
2) Hukum antar Tempat atau Hukum Interlocal
3) Hukum Antar Bagian atau Hukum Interregional
4) Hukum Antar Agama atau Hukum Interreligius
5) Hukum Antar Waktu atau Hukum Intertemporal.

Hukum Perselisihan dan jenis-jenisnya itu hanya berlaku terhap warganegara-warganegara dalam satu negara yang berlainan Hukum Perdatanya, disebabkan perbedaan-perbedaan : golongan, tempat, bagian negara, agama, dan waktu berlaku peraturan hukum (pluralisme dalamHukum Perdata). Sedangkan Hukum Pidana telah berlaku bagi semua golongan penduduk di Indonesia (unifikasi). Bagi golonagn penduduk dalam satu negara yang berlainan Kewarganegaraan yang masing-masing tunduk pad hukum Perdata Nasionalnya, mak yang berlaku ialah hukum Perdata Internasional. Ada sarjana yang menggolongkan hukum Perdata internasional ke dalam hukum Perselisihan. Semua jenis hukum yang disebutkan diatas adalah termsuk golongan Hukum Perdata.

Hukum Yang Dikodifikasikan dan Hukum Yang Tidak Dikodifikasikan

Hukum yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum tertulis itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum tertulis itu dapat dibedakan antara :

(1) Hukum Tertulis yang telah dikodifiksikan misalnya
a) Hukum Pidana, yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
b) Hukum Sipil yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang hukum Sipil (KUHS) paa tahun 1848
c) Hukum Dagang yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Dagang (KUHD) pada tahun 1848.
d) Hukum Acara Pidana yang telah dikodifiksikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tahun 1981.

Jelas bahwa Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Dagang bentuknya adalah tertulis dan dikodifiksikan.

(2) Hukum Tertulis yang tidak dikodifiksikan misalnya
a) Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
b) Peraturan tentang Hak Otroi (hak menemukan dibidang industri)
c) Peraturan tentang Hak Cipta
d) Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
e) Peraturan tentang Ikatan Panen
f) Peraturan tentang Kepailitan
g) Peraturan tentang Penundaan Pembayaran (dalam keadaan pailit)

Peraturan-peraturan ini berlaku sebagai perturan-pertauran dalam bidang Hukum Dagang dan merupakan Hukum Dagang yang tidak dikodifikasikan.

Dari keseluruhan penjelasan mengenai klasifikasi hukum berdasarkan pembagiannya diatas, Undang-undang No. 20 Tahun 2008 digolongkan sebagai suatu produk hukum tertulis yang menurut sumbernya digolongkan sebagai Hukum undang-undang dan menurut tempat berlakunya undang-undang ini digolongkan sebagai hukum nasional yang sudah jelas tercantum sebagai peraturan perundangan yang khusus membahas dan mengatur tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Dari situ, sudah nampak jelas bahwa undang-undang tersebut mengatur tentang kegiatan usaha dan bisnis. Sebagaimana kita tahu, usaha mikro, kecil dan menengah merupakan usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat Indonesia pada saat ini. Sedangkan berdasarkan pembagian atas waktu berlakunya, undang-undang ini termasuk kedalam jenis hukum Ius contitutum yang mana undang-undangnya berlaku untuk masa sekarang. Selain itu Undang-undang ini juga tergolong sebagai Hukum Material yang sifatnya mengatur atau sebagai hukum pelengkap yang juga menurut wujudnya dikategorikan sebagai hukum Objektif dimana undang-undang ini berlaku umum dan tidak mengenal orang atau kaum tertentu yang keseluruhannya mengatur setiap pihak yang bergelut dalam usaha mikro, kecil dan menengah tanpa membeda-bedakannya dan tergolong sebagai Hukum Publik yang bersifat administratif negara, yaitu suatu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara, khususnya UU No. 20 Tahun 2008 merupakan regulasi yang mengatur tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan seluruh kegiatannya agar berjalan sesuai koridor yang telah ditetapkan oleh pemerintah demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Undang –Undang ini juga bisa disebut sebagai landasan hukum dalam dunia usaha Mikro, Kecil dan Menengah, karena tujuan dari adanya regulasi tersebut adalah melindungi para pelaku usaha khususnya yang masih berkecimpung didalam kegiatan UMKM di Indonesia.


Referensi:

E-Learning Universitas Gunadarma. Bab 1 Pengertian dan Tujuan Hukum. Tersedia :    http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1 pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf [diakses: 20 Maret 2016]

Undang – Undang No. 20 Tahun 2008. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tersedia : http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf [diakses: 22 Maret 2016]





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Definisi Kemiskinan, Penyebab, Dampak dan Solusi Mengatasi Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Kemiskinan  secara etimologis berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam Suharto, 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan - kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan s

Inflasi dan Investasi

Pengertian Inflasi Kenaikan harga barang dapat bersifat sementara atau berlangsung terus-menerus. Ketika kenaikan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan terjadi hampir pada seluruh barang dan jasa maka gejala ini disebut inflasi. Jadi, kenaikan harga pada satu atau dua jenis barang tidak dapat dikategorikan sebagai inflasi. Dengan demikian, inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Lawan dari inflasi adalah deflasi (deflation), yaitu kondisi di mana tingkat harga mengalami penurunan terus-menerus. Dampak Inflasi Inflasi tidak selalu memiliki dampak yang negatif. Di balik banyak nya dampak negative dari inflasi terdapat dampak-dampak positif yang ditimbulkan oleh inflasi itu sendiri antara lain: Peredaran / perputaran barang lebih cepat. Produksi barang-barang bertambah. Hal ini terjadi karena keuntungan pengusaha yang terus bertambah karena terjadinya inflasi. Kesempatan kerja bertambah. Lapan

Etika dalam Auditing, KAP, dan Perkembangan Etika Bisnis

Etika Dalam Auditing   Etika Etika (Etimologi), etika itu berasal dari bahasa Yunani: “ethos”, berarti “watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom)”. Etika tersebut berkaitan erat dengan adanya perkataan moral yang merupakan adat kebisaan atau juga cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), serta menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Auditing Auditing merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan menilai bukti-bukti secara objektif yang berkaitan dengan asersi-asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Etika Auditing adalah suatu sikap dan perilaku mentatati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan menilai bukti-bukti secara objektif, yang berkaitan dengan asersi-asersi te